Pendidikan Bukan Untuk Si Miskin Tapi Hanya Untuk Si Kaya

loading...

pendidikan, ironi pendidikan, education money, pendidikan uang, politik pendidikan, political education, menggugat pendidikan indonesia, moh yamin, mohammad yamin, ivan illich, benny susetyo, apakah pendidikan hanya untuk orang kaya, apakah pendidikan bukan untuk orang miskin, penerimaan siswa baru


Nyawww - Pendidikan merupakan faktor penting dalam kehidupan. Tanpa pendidikan kita mungkin saja tidak akan mengenal apa-apa. Pendidikan dapat dimulai dari keluarga, masyarakat, lembaga pendidikan (seperti: sekolah), dan lain-lainnya.

Pendidikan adalah faktor kebutuhan. Namun tingginya biaya pendidikan di Indonesia tidak sebanding dengan penghasilan rakyat, apalagi rakyat miskin yang tidak memiliki pekerjaan. Sehingga rakyat yang tidak mampu karena tingginya biaya pendidikan membuat ia tidak bisa menyekolahkan anaknya sampai ke jenjang yang lebih tinggi. Tapi yang lebih ironisnya lagi ia tidak mendapatkan pendidikan.

"Pendidikan mahal", adalah salah satu fenomena menarik di negeri tercinta ini. Sebuah fenomena yang kita rasakan tidak pernah berakhir dan tidak ada ujungnya. Tapi, apakah patut kita sebut ini fenomena?

Ketika biaya pendidikan menjadi tinggi, ini mengartikan bahwa pendidikan bukan lagi di garap dengan serius. Sepertinya "Mencerdaskan kehidupan bangsa" hanya sebua ide atau sebuah opini belaka.

Bersinggungan dengan yang di atas, mengutip tulisan Moh Yamin dalam buku Menggugat Pendidikan Indonesia, "Kebutuhan hajat hidup orang banyak untuk menikmati pendidikan pun sangat mustahil terjadi dan bisa dirasakan semua elemen masyarakat di berbagai kelas sosial, khususnya anak-anak tidak mampu".

Benny Sustetyo mengatakan bahwa, "Ketika pendidikan mahal, maka menjadi sangat tidak mungkin bagi masyarakat miskin untuk mendapatkan akses pendidikan". Masih dengan perkataan Benny Sustetyo, "Pendidikan diselenggarakan untuk siapa? Untuk masyarakat miskin agar mereka pintar atau untuk masyarakat kaya agar semakin pintar membodohi si miskin? Atau, untuk segala lapisan masyarakat tanpa memandang mereka miskin atau tidak?".

Kita dapat melihat ketika susahnya masyarakat miskin untuk menembus pendidikan ke dalam sekolah ketika acara Penerimaan Siswa Baru (PSB) yang diadakan dan sudah menjadi rutinitas tahunan di negeri ini dari Sabang samapi Merauke. Ketika PSB banyak orangtua murid yang hidup di bawah garis kemiskinan melakukan berbagai cara agar anaknya dapat sekolah. Mulai dari menjual barang-barang berharga sampai berhutang kesana-kesini demi mendapatkan uang untuk masuk ke sekolah.

Dengan kondisi yang ironis seperti ini, apa yang kalian liat? Apakah kondisi seperti ini mengartikan bahwa pendidikan hanya untuk orang kaya dan orang miskin tidak boleh mencicipi pendidikan? Apa mungkin seperti itu?

Lalu, apakah pemerintah dan para penyelenggara pendidikan hanya diam dan menutup rapat mata dan telinga dengan kondisi seperti ini?

Sepertinya tidak ada habis-habisnya saya ingin mengutip tulisan dari Moh Yamin dalam buku Menggugat Pendidikan Indonesia, ia berkata "Dampaknya, di negeri ini sekolah hanya menjadi milik kaum bermodal atau ber-duit, sedangkan sebagian besar anak yang berasal dari keluarga miskin tidak pernah memeroleh fasilitas sama sekali untuk mendapatkan pendidikan sehingga mereka pun gigit jari di luar pagar sekolah".

Masih melanjutkan perkataan dari Moh Yamin, "Anak-anak orang kaya menggunakan seragam sekolah, masuk kelas, menikmati bangku sekolah, dan berbagai kemudahan lainnya, sementara anak orang miskin menjadi gelandangan, pengamen, pencopet, dan pelaku negatif lainnya".

Ada yang menarik dari perkataan Moh Yamin, "Fakta yang terjadi adalah pendidikan hanya dimonopoli oleh mereka yang bermodal". Lalu dalam buku Menggugat Pendidikan Indonesia, ia menuliskan pendapat Ivan Illich yang mengatakan bawah "Misi lembaga pendidikan modern sebenarnya mengabdi pada kepentingan pemilik modal dan bukan sebagai sarana pembebasan bagi kaum tertindas". Ia juga mengutip perkataan dari Francis Wahono yang mengatakan "Sistem pendidikan di negeri ini lebih berpola pada 'pendidikan model anjing'".

Masih terngiang-ngiang di dalam pikiran saya mengenai isi UUD 1945 Pasal 31, yaitu:
Ayat (1) : Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan
Ayat (2) : Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya
Ayat (3) : Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang
Ayat (4) : Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional
Ayat (5) : Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.

Pertanyaannya, apakah semua ayat dalam pasal 31 itu sudah terlaksana? Jangankan semuanya, apakah dari kelima ayat dari pasal 31 itu salah satunya sudah terpenuhi?

Seperti masalah pendidikan harus menjadi evaluasi dan PR bagi pemerintah dan para penyelenggara pendidikan, yaitu masalah ketidakmerataan pendidikan dan biaya pendidikan.

Mudah-mudah pemerintah peka terhadapat apa yang sedang terjadi dengan pendidikan di negeri ini. Dan mudah-mudahn pemerintah cepat menyelesaikan masalah pendidikan dan terus meningkatkan mutu pendidikan di negeri.

Pendidikan kita tidak sedang baik-baik saja, Kawan. Kita perlu merubahnya ke arah yang lebih baik lagi.

Referensi:

  • Moh. Yamin, 2009. "Menggugat Pendidikan Indonesia".
  • Google Images

Catattan:
Maaf jika ada kesalahan pada penulisan atau informasi yang salah dari tulisan ini. Mohon untuk memberitahukan kesalahan yang terdapat pada tulisan dengan menghubungi penulis atau berkomentar. Terimakasih.

Artikel Terkait